Massa aksi dari LKPD Sultra saat demo di Kantor Bupati Konsel terkait manipulasi data kompensasi SUTET
LAYARSULTRA.COM, KONSEL – Ketua Umum Laskar Pemuda Merah Putih (LPMP) Sulawesi Tenggara (Sultra) Sarwan sangat menyayangkan adanya masalah terhadap proyek pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Desa Motaha, Kecamatan Angata, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sultra.
Hal ini terkuak setelah adanya dugaan manipulasi data terhadap kompensasi dana akibat dari pembangunan SUTET di atas lahan seorang warga yang terletak di Desa Motaha.
Sarwan menjelaskan bahwa kasus dugaan manipulasi data ini bermula dari salah satu warga Desa Lamoen, Kecamatan Angata, bernama Surip yang memiliki lahan di Desa Motaha dan di atas lahan tersebut masuk dalam pembangunan tower SUTET milik PLN.
“Dan saat itu Bapak Surip telah masuk pemberkasannya untuk mendapatkan kompensasi dari pembangunan SUTET di atas lahan miliknya, namun info dari pihak PLN menyampaikan kepada Bapak Surip bahwa berkasnya sudah atas nama Kades Motaha, AK, karena pak Kades pernah mengakui jika itu lahannya,” kata Sarwan, Minggu (1/8/2021).
Lalu diadakan mediasi oleh Kades Motaha dan pihak Pemerintah Kecamatan Angata. Dan Sarwan menyebut mediasi yang dilakukan Kades Motaha sama sekali tidak memberikan rasa keadilan terkait penyelesaian sengketa lahan antar masyarakat.
“Setelah berkas pak Surip kembali dan bukan lagi atas nama Kades Motaha, ternyata meninggalkan persoalan baru, dimana muncul pak Sambrudin sebagai penggugat, itulah dasar Kades Motaha memediasi pak Surip selaku pemilik lahan dan Sambrudin selaku penggugat,” ungkapnya.
Sarwan menambahkan bahwa dalam mediasi tersebut terbukti Sambrudin tidak mampu menunjukkan bukti kepemilikan lahan, sementara Surip memiliki bukti SKT atas lahan itu. Namun anehnya Kades Motaha selaku mediator memutuskan dari nominal kompensasi SUTET sebesar Rp. 92 juta dibagi dua, padahal diketahuinya Sambrudin tidak berhak atas dana itu.
“Kebijakan Kades Motaha ditolak oleh Surip. Ketika kompensasi itu dibagi dua, secara tidak langsung memaksa Surip telah mengakui sebagian lahan tersebut milik Sambrudin. Hal ini yang membuat Camat Angata melakukan mediasi dengan keputusan bersama harus turun langsung ke lapangan,” jelas Sarwan.
Namun pada saat di lapangan, yang awalnya penggugat hanya Sambrudin tiba-tiba muncul nama-nama baru sebagai penggugat, diantaranya Darwis, Sastra, Saenuddin, Sambrudin, dan Pander dengan lokasi yang sama. Dan diantara para penggugat, hanya Saenuddin yang mempunyai tanaman Cendana yang ditanam di batas lahan Surip dan Saenuddin.
“Hasil mediasi pak camat, dari dana kompensasi lahan pak Surip yang Rp. 92 juta akan dikeluarkan untuk kompensasi tanaman Saenuddin 5 pohon Cendana sesuai harga tanaman tersebut,” sebut Sarwan.
Sarwan juga menyoroti Camat Angata yang tidak konsisten dengan keputusan dari hasil mediasi di lapangan tersebut.
“Karena faktanya Kades Motaha secara diam-diam telah melegalkan keempat penggugat, yaitu pak Sastra, Darwis, Saenuddin dan Sambrudin untuk menerima dana kompensasi. Sementara pak Surip tidak mendapatkan kompensasi sepeser pun,” tuturnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak redaksi belum terhubung dengan Kades Motaha dan Pemerintah Kecamatan Angata untuk melakukan konfirmasi terkait persoalan ini.
Reporter : Ikbal
Editor : Ria 405