Konsel  

Tambang Pasir Diduga Ilegal Kian Marak di Sungai Konawe, Sultra Corruption Watch Bakal Lapor ke APH

Direktur Sultra Corruption Watch Yusrim Saranani

LAYARSULTRA.COM, KONSEL – Aktivitas penambangan pasir yang diduga ilegal masih marak terjadi di sepanjang Sungai Konawe yang berada di Desa Tetenggabo dan Desa Sabulakoa, Kecamatan Sabulakoa, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra). Aparat penegak hukum pun diminta untuk melakukan tindakan penertiban agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang lebih parah.

Hal itu sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif sekaligus pendiri Sultra Corruption Watch (Sultra CW) Yusrim Saranani, S.Sos., kepada media ini, Sabtu (20/11/2021).

Yusrim menambahkan bahwa para pelaku usaha penambangan pasir ilegal tersebut sudah cukup lama melakukan bisnisnya, namun anehnya aktivitas mereka masih tetap berjalan lancar hingga saat ini dan sangat disayangkan pihak pemerintah maupun instansi terkait dalam hal ini pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) IV Sultra tidak dapat melakukan penutupan kegiatan tambang pasir sedot atau galian (C) tanpa izin ini.

“Selain itu juga pada pungutan retribusinya dari hasil usaha tersebut patut dipertanyakan apakah itu sudah sesuai dengan mekanisme atau belum. Dan parahnya lagi pihak instansi terkait terkesan diam seolah olah melakukan pembiaran atas aktivitas tambang pasir sedot tersebut yang memakai mesin penghisap ke dalam sungai,” ucap Yusrim.

“Dan terkait rekomendasi yang selama ini menjadi acuan pihak penambang pasir adalah yang dikeluarkan oleh pihak Balai Wilayah Sungai IV (BWS) Sulaweai Tenggara, bukan ijin pengolahan tambang galian (C) yang beroperasi di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) dan aktivitas penambang pasir ini menggunakan belasan mesin sedot pasir yang memiliki daya rusak cukup tinggi,” imbuhnya.

Baca Juga :  DPRD Konsel Minta PT CAM Kelola Limbah Dengan Baik dan Perhatikan Petani Plasma serta Masyarakat Sekitar

Yusrim mengatakan seharusnya pihak Pemerintah Desa Tetenggabo dan Desa Sabulakoa serta Pemerintah Kecamatan Sabulakoa bertindak tegas menutup operasional tambang pasir ilegal yang menggunakan mesin penyedot tersebut karena penambangan itu tanpa izin dan dikhawatirkan dapat merusak lingkungan sekitar karena mereka mengambil pasir di sungai tanpa aturan.

“Saat ini ada sekitar 15an lebih penambang pasir yang tidak memiliki izin yang merupakan gabungan dari dua desa serta aktivitas penambang ini dapat mempercepat kerusakan jalan dikarenakan lalu lalang truk pengangkut pasir karena tonase muatan yang berlebihan,” ungkapnya.

Yusrim menjelaskan bahwa di dalam ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 ditegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar -besarnya kemakmuran rakyat. Arti dari pasal ini adalah kekayaan alam itu berupa bahan tambang mineral tersebut dikuasai dan dimanfaatkan sepenuhnya oleh negara bagi seluruh rakyat Indonesia namun bukan berarti seenaknya melakukan pengambilan pasir secara besar -besaran tanpa izin.

Dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) Pasal 158 dijelaskan bahwa setiap melakukan usaha pertambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IUPR) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat 2 dan 3 serta Pasal 67 ayat 1 dan Pasal 47 ayat 1 atau ayat 5, dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

Baca Juga :  Harapkan Pilkada Damai, Komunitas Pemuda Konsel Gelar Dialog Kolaborasi Merawat Demokrasi

“Berdasarkan hasil investigasi di lapangan yang dilakukan oleh SULTRA Corruption Watch, maka dalam waktu dekat ini kami akan segera melaporkan kepada aparat penegak hukum terkait penambangan pasir sedot ilegal ini,” tutup Yusrim.

(Tim Redaksi) 1939

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *