Pengapalan ore nikel yang dilakukan PT. Tiran. Foto/doc. Ampuh Sultra.
Penulis : Hendro Nilopo
Jabatan : Ketua Umum Aliansi Masyarakat Peduli Hukum – Sulawesi Tenggara (Ampuh Sultra)
OPINI – Hampir genap setahun progres pembangunan smelter PT. Tiran Mineral belum juga memperlihatkan perkembangan.
Bagaimana tidak, dalam waktu hampir setahun PT. Tiran Mineral hanya terfokus pada kegiatan penjualan ore nikel yang diklaim sebagai mineral tergali dalam proses pematangan lahan dan penataan lokasi untuk pembangunan smelter.
Anehnya, kegiatan penjualan ore dengan berdalihkan mineral tergali itu telah berlangsung sejak tahun lalu hingga saat ini.
Lantas dimana bentuk keseriusan PT. Tiran Mineral untuk mendirikan smelter di Kabupaten Konawe Utara dan sudah sejauh mana progresnya?
Sebagian orang mungkin masih percaya terhadap rencana pembangunan smelter PT. Tiran Mineral. Namun tidak bagi penulis, dengan melihat berbagai kejanggalan dalam proses pembangunan smelter PT. Tiran Mineral yang sampai saat ini belum memperlihatkan adanya progres.
Maka dengan tegas penulis mengatakan tidak lagi percaya dengan rencana pembangunan smelter itu.
Tak lupa, penulis menguraikan hal-hal yang dianggap janggal dalam proses pembangunan smelter PT. Tiran Mineral, seperti dalam penguasaan WIUP eks PT. Celebes tanpa melalui proses lelang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) dijelaskan bahwa WIUP yang telah dicabut atau berakhir masa berlakunya maka dikembalikan kepada negara untuk selanjutnya dilakukan proses lelang.
Namun penguasaan WIUP eks PT. Celebes oleh PT. Tiran Mineral disinyalir tanpa melalui proses lelang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Minerba. Perizinannya terkesan ditutupi hingga saat ini, masih banyak kalangan yang penasaran dengan perizinan yang dimiliki oleh PT. Tiran Mineral dalam melangsungkan kegiatan di Kabupaten Konawe Utara.
Bagaimana tidak, dari awal kehadiran PT. Tiran Mineral di Kabupaten Konawe Utara bisa dikatakan hanya segelintir orang yang tahu dengan perizinan yang digunakannya. Awal kemunculannya, perusahaan itu disebut sebagai pemegang IUPK untuk pemurnian, kemudian pernah juga disebut terdaftar dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dan terakhir disebut sebagai pemegang Izin Usaha Industri (IUI).
Sementara berdasarkan pengecekan secara online, tidak satu pun sumber perizinan yang disebutkan yang memuat nama PT. Tiran Mineral sebagai pemegang izin. Pemilihan lokasi pembangunan smelter berada dalam lahan yang berisi kandungan nikel.
Sebelum melakukan kegiatan penataan lahan (cleaning) untuk lokasi pembangunan smelter, PT. Tiran Mineral telah terlebih dulu melakukan pengecekan (borring). Sehingga seharusnya PT. Tiran Mineral telah mengetahui bahwa lokasi yang dipilih untuk mendirikan smelter adalah lokasi yang memiliki kandungan mineral dalam jumlah yang besar. Maka, semestinya lokasi tersebut tidak dapat dijadikan sebagai lokasi pembangunan smelter.
Melakukan Penambangan dan Penjualan Nikel dengan Alasan Cleaning Lokasi Pembangunan Smelter.
Saat pertama mencuat ke publik terkait indikasi kegiatan penambangan dan penjualan nikel PT. Tiran Mineral yang berada di Desa Waturambaha, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, perusahaan tersebut sempat mengelak dengan berdalih bahwa kegiatan yang dimaksud bukanlah kegiatan penambangan melainkan pematangan lahan untuk pembangunan smelter dan penjualan yang dimaksud adalah hasil dari proses pematangan lahan (Cleaning) yang didalamnya terdapat kandungan mineral sehingga itu yang dijual.
Namun alasan tersebut terpatahkan setelah diketahui bahwa lokasi pembangunan smelter PT. Tiran Mineral yang sebenarnya adalah di Desa Molore, Kecamatan Langgikima bukan di Desa Waturambaha, Kecamatan Lasolo Kepulauan.
Progres penjualan nikel lebih nampak dibandingkan progres pembangunan smelter sejak pertama kali PT. Tiran Mineral hadir di Kabupaten Konawe Utara. Hal yang terus digaungkan oleh perusahaan milik mantan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman itu hanyalah rencana pembangunan smelter.
Hal itu disampaikan terus menerus sehingga di adopsi oleh masyarakat dan para pejabat yang memiliki kepentingan khusus dengan PT. Tiran Mineral. Akan tetapi seiring waktu berjalan, stigma itu perlahan berubah. Tujuan utama PT. Tiran Mineral seolah bukan lagi progres pembangunan smelter melainkan progres penjualan nikel secara aktif.
Berdasarkan uraian diatas, penulis memberikan ultimatum kepada pihak PT. Tiran Mineral untuk segera menunaikan janjinya membangun smelter di Kabupaten Konawe Utara dan menghentikan aktivitas penjualan nikelnya sebelum smelter didirikan. Jika tidak, maka segeralah hengkang dari Bumi Oheo!! 2557