Hendro Nilopo (Presidium Konutara).
LAYARSULTRA.COM, KONUT – Hadirnya kembali PT. Aneka Tambang (Antam) tbk site Konawe Utara melalui Kerja Sama Operasional – Mandiodo, Tapuemea Tapunggaeya (KSO-MTT) disebut membawa angin segar bagi puluhan pengusaha lokal.
Selain itu, ada juga ikatan kerjasama oleh pihak PT. Aneka Tambang (Antam) tbk dengan salah satu konsorsium gabungan enam lembaga yang mengatasnamakan diri mereka sebagai pengusaha tambang nikel.
Presidium Konsorsium Nasional Pemantau Tambang dan Agraria (Konutara) Hendro Nilopo mengatakan, bahwa hadirnya kembali PT. Aneka Tambang, membawa angin segar bagi bebepara pengusaha lokal. Namun dibalik itu, kata Hendro ada ratusan bahkan ribuan orang masyarakat lokal Konawe Utara (Konut) yang justru kehilangan pekerjaan mereka.
“Saya akui, hadirnya kembali PT. Antam, di Konut merupakan angin segar bagi beberapa pengusaha lokal mungkin sekitar 2 atau 3 orang bisa menikmati. Akan tetapi jangan lupakan bahwa ada ratusan bahkan ribuan masyarakat yang telah kehilangan pekerjaan atas kembalinya PT. Antam ini,” ucap Hendro, Minggu (13/3/2022).
Selain itu, lanjut pria yang akrab disapa Don HN itu, bahwa kehadiran PT. Aneka Tambang sebagai perusahaan milik negara pada suatu daerah seharusnya membawa kemaslahatan bagi masyarakat. Akan tetapi, menurut Hendro, hadirnya PT. Antam di Konawe Utara justru menimbulkan kemudaratan. Hal itu dapat di buktikan dengan jumlah masyarakat yang bekerja sebelum dan sesudah PT. Antam hadir kembali di Kabupaten Konawe Utara.
“Ini realistis, silahkan di cari tahu ada berapa masyarakat yang bekerja dan mendapatkan penghasilan sebelum hadirnya PT. Antam dan berapa masyarakat yang bekerja dan mendapatkan penghasilan setelah hadirnya PT. Antam kembali. Dengan begitu kita akan tahu bahwa hadirnya PT. Antam lebih dominan membawa kemudaratan dibandingkan dengan kemaslahatan,” ungkapnya.
Aktivis nasional asal Kabupaten Konawe Utara itu menuturkan, bahwa seandainya PT. Antam memikirkan nasib masyarakat, kemungkinan besar PT. Antam akan melepaskan atau menciutkan sebagian wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tumpang tindih dengan 11 IUP swasta.
Sebab, kata Hendro, luas wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Antam di Konawe Utara mencapai 16. 920 hekto are, sedangkan lahan yang tumpang tindih dengan 11 IUP swasta hanya berkisar kurang lebih 2.000 hektar.
“Minta maaf, tapi saya harus katakan bahwa letak permasalah ini didasari dengan ‘keserakahan’. Jika saja PT. Antam lebih memikirkan nasib masyarakat yang telah mendapat pekerjaan dan penghasilan dari 11 IUP swasta mungkin PT. Antam akan rela melepaskan sebagian kecil lahannya itu,” ucapnya.
“Terlebih lagi yang tumpang tindih hanya sekitar 2.000 hektar, sedangkan luas wilayah IUP PT. Antam ini seluas 16.920 hektar. Artinya jika Antam melepaskan 2.000 hektar lahannya, maka masih ada 14.920 hektar yang bisa diolah, belum lagi WIUP yang di Tapunopaka seluas 6.000 hektar,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, Hendro meminta agar pemerintah kembali mengingat nasib masyarakat yang saat ini telah kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat berhentinya aktivitas 11 IUP swasta. Hal itu demi terwujudnya amanat konstitusi sebagaimana di terangkan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bunyi pasal 33 ayat 3 itu jelas, ini mestinya jadi pertimbangan pemerintah,” tutup Hendro. (*) 804