Direktur Ampuh Sultra Hendro Nilopo.
LAYARSULTRA.COM, KONUT – Polemik dugaan penambangan ilegal, perambahan kawasan hutan serta pencemaran lingkungan yang bersumber dari kegiatan pertambangan di wilayah Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) terus bergulir.
Kegiatan pertambangan yang dimaksud diduga dilakukan oleh PT. Lawu Agung Mining (LAM) dan PT. Trimega Pasific Indonesia (TPI) yang disinyalir sebagai kontraktor mining PT. Aneka Tambang (Antam) tbk Konawe Utara.
Namun, berdasarkan bantahan dari Direktur Utama (Dirut) PT. LAM berinisial OS, bahwa tudingan terhadap PT. LAM soal pencemaran sumber daya air di Blok Mandiodo merupakan hal yang keliru dan tidak berdasar.
Bahkan dalam bantahannya itu, Dirut PT. LAM juga mengaku sebagai mitra PT. Antam berdasarkan ketentuan hukum yang sah dan pihaknya mengakui melakukan kegiatan, namun jauh dari lokasi yang dimaksud yang menjadi sumber pencemaran air masyarakat Desa Mandiodo dan sekitarnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) Hendro Nilopo angkat bicara.
Menurut Hendro, ada fakta menarik dibalik pernyataan Direktur Utama PT. LAM dalam berita bantahannya di beberapa media online yakni pengakuan sebagai mitra kerja PT. Antam dan pengakuan melakukan kegiatan.
“Ini bisa jadi dasar bagi penegak hukum, untuk melakukan penyelidikan dan penindakan. Yakni, adanya kegiatan di lahan konsesi PT. Antam dan dilakukan pula oleh mitra kerja PT. Antam,” ucap Hendro, Rabu (16/3/2022).
Aktivis nasional asal Kabupaten Konawe Utara ini menjelaskan bahwa hampir seluruh lahan konsesi PT. Antam tbk di wilayah Mandiodo merupakan kawasan Hutan Lindung (HL) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Sehingga untuk melakukam kegiatan mesti mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
“IPPKH ini wajib hukumnya bagi perusahaan tambang yang akan melakukan kegiatan di dalam kawasan hutan, hal itu sudah sangat jelas dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” ungkapnya.
Berkaitan dengan pengakuan Dirut PT. LAM sebagai mitra kerja PT. Antam, Hendro minta agar bisa ditunjukkan atau dibuktikan ke publik guna memastikan kebenaran adanya kontrak antara PT. Antam dengan PT. LAM sebagai dasar untuk mengetahui siapa dalang dari adanya dugaan pelanggaran dan kejahatan pertambangan di wilayah konsesi PT. Antam.
“Menurut saya kontrak kerja ini penting untuk diketahui, sebab dari kontrak itu bisa diketahui siapa yang mestinya bertanggungjawab terhadap dugaan pelanggaran yang terjadi di lahan konsesi PT. Antam. Sebab menurut kami, jika benar ada kontrak kerja dari PT. Antam kepada PT. LAM maka yang bertanggungjawab adalah PT. Antam sebagai pemilik IUP, sedangkan jika tidak ada kontrak maka itu murni ilegal mining,” jelas Hendro.
“Hal ini kan bukan rahasia lagi, artinya nggak ada masalah bagi PT. LAM sebagai mitra kerja dari PT. Antam untuk terbuka soal kontrak kerja itu, jadi kami minta PT. LAM untuk menunjukkan ke publik bukti kontrak tersebut,” imbuhnya.
(Redaksi)
689