Massa aksi yang tergabung dalam Rakyat Sultra Menggugat lakukan demo di gedung DPR dan ESDM.
Jakarta – Ratusan mahasiswa Sulawesi Tenggara (Sultra) yang menghimpun diri dalam gerakan ‘Rakyat Sultra Menggugat’ melakukan aksi demonstrasi di Kantor Kementerian ESDM RI dan gedung DPR RI, Senin (21/3/2022).
Massa aksi mendesak kepada Menteri ESDM dan Ketua DPR RI dalam hal ini Komisi VII untuk mencabut IUP PT. Antam Tbk yang berlokasi di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Tidak hanya itu, massa aksi juga meminta Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan plat merah tersebut untuk tidak diterbitkan.
Koordinator Lapangan, Nur Asrawan menyampaikan bahwa selama 58 tahun PT. Antam Tbk menggarap nikel di Bumi Anoa (Sulawesi Tenggara) belum memberi kemanfaatan bagi daerah, baik itu terhadap Kabupaten Kolaka maupun Kabupaten Konawe Utara.
Bahkan perusahaan plat merah tersebut telah merugikan negara dengan dugaan praktek komersialisasi IUP, diduga memfasilitasi praktek ilegal mining di Kabupaten Konawe Utara.
Selain itu, juga terdapt dugaan manipulasi syarat pengajuan RKAB, dugaan penggelapan pajak penjualan nikel, tidak menunaikan program CSR dan Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) terhadap masyarakat lingkar investasi, bahkan parahnya perusahaan tersebut lebih memilih menjual ore nikel ke smelter swasta daripada pemenuhan bahan baku pada smelter sendiri.
“Kami tidak melihat perusahaan BUMN ini pada role yang benar, selama 58 tahun menggarap nikel di bumi Sultra tidak ada manfaat bagi daerah. Kewajiban mereka abaikan, pemerataan kesempatan warga lokal dikesampingkan bahkan perusahaan ini telah membodohi pemerintah dengan praktek-praktek yang merugikan negara,” ucap Nur Asrawan.
Nur juga menjelaskan bahwa PT. Antam diduga telah memfasilitasi aktivitas ilegal mining di dalam kawasan hutan, bahkan perusahaan-perusahaan tersebut tidak ragu menyebutkan bahwa aktivitas mereka atas perintah PT. Antam itu sendiri.
“Sampai hari ini PT. Antam di Kabupaten Konawe Utara (Konut) belum mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Sementara ada beberapa perusahaan tambang ilegal yang sedang menggarap kawasan hutan tersebut, tak tanggung-tanggung mereka mengakui kegiatan mereka sepengetahuan dan dalam koordinasi PT. Antam itu sendiri,” jelas Nur Asrawan.
“Tentu ini merupakan borok BUMN pertambangan negara yang tidak dapat ditoleransi, pemerintah harus mencabut IUP PT. Antam di Konawe Utara dan memastikan tidak ada RKAB yang dikeluarkan atas nama perizinan daerah itu,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Presidium Rakyat Sultra Menggugat, Ahmad Iswanto mengatakan bahwa lahirnya gerakan aksi protes ini merupakan akumulasi dari kejahatan dan ketidakmanfaatan investasi PT. Antam Tbk di Sulawesi Tenggara, khususnya di daerah Konawe Utara serta menuntut pencabutan IUP dan penolakan RKAB PT. Antam tbk di Konawe Utara.
“Ini baru lembar pertama, masih banyak halaman yang akan kita buka dan baca bersama menyoal kejahatan pertambangan PT. Antam di Konawe Utara. Gerakan Rakyat Sultra Menggugat merupakan akumulasi dari ketidakmanfaatan investasi PT. Antam Tbk di Sulawesi Tenggara yang telah merugikan negara, ini akan terus berlanjut sampai IUP perusahaan plat merah itu dicabut,” ungkap Iswanto.
Sementara itu, saat menemui massa aksi di halaman gedung DPR RI, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto juga mengaku mengetahui detail persoalan PT. Antam Tbk di Konawe Utara, bahkan pihaknya telah mengagendakan pengecekan aktivitas pertambangan perusahaan BUMN tersebut.
“Iya saya tahu detail datanya PT. Antam Tbk, jadi menurut kalian yang tergabung di dalam Forum Rakyat Sultra Menggugat, dalam aktifitas yang dilakukan PT. Antam Tbk tidak memenuhi kaidah-kaidah pertambangan. Saya akan memimpin delegasi ke Sultra minggu ini tepatnya hari Kamis, saya akan cek. Kami melakukan Grounded Research dengan data yang diberikan kepada teman-teman massa aksi,” tuturnya.
Sugeng menyampaikan, pihaknya akan melakukan fake finding terhadap laporan massa aksi. Menurutnya bukan hal mustahil IUP PT. Antam tbk yang berlokasi di Konawe Utara dilakukan pencabutan apabila ditemukan kesalahan. Sehingga Ia meminta keterlibatan aktif dari Rakyat Sultra Menggugat dalam pengumpulan data dan informasi terkait pelanggaran PT. Antam tbk.
“Nanti akan saya fake finding, ketika saya menemukan fakta selanjutnya saya akan memanggil kalian untuk kita memintai pertanggung jawaban mereka. Yang terpenting apa yang kalian sampaikan hari ini kami terima sebagai aspirasi,” tutup Sugeng.
Perlu diketahui bahwa PT Antam telah memulai penambangan fero nikel sejak 5 Juli 1968 di Kabupaten Kolaka dengan kapasitas produksi nikel di tambang ini mencapai 6000 Metric Ton Nikel/Tahun.
Kemudian pada tahun 1995 PT. Antam melakukan ekspansi pertambangan nikelnya di Kabupaten Konawe Utara, sebuah daerah dengan cadangan nikel terbesar dunia.
Perusahaan plat merah ini mendapatkan lahan konsesi IUP seluas 40 ribuan hektar yang dikuasai dan hanya dijadikan deposit, dengan IUP masing-masing berada pada blok Tapunopaka, Lalindu, Mandiodo, Bahubulu dan Matarape. (*) 588