Jakarta – Gerakan Jilid ke- II Mahasiswa Sulawesi Tenggara yang menghimpun diri dalam ‘Rakyat Sultra Menggugat’ melakukan aksi demonstrasi di Kantor Kementerian BUMN dan Mabes Polri, Jum’at (25/3/2022).
Ratusan mahasiswa ini mendesak kepada Menteri BUMN RI untuk segera membubarkan perusahaan plat merah tersebut atas ketidakmanfaatan terhadap daerah dan masyarakat lingkar investasinya. Mereka juga meminta Kapolri untuk memeriksa Direktur PT. Antam Tbk atas dugaan skandal ilegal mining dan perambahan hutan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Koordinator Lapangan, Nur Asrawan menyampaikan bahwa kehadiran PT. Antam Tbk selama puluhan tahun menggarap nikel di Bumi Anoa (Sulawesi Tenggara) belum memberi kemanfaatan bagi daerah, baik itu terhadap Kabupaten Kolaka maupun Kabupaten Konawe Utara.
Bahkan perusahaan plat merah tersebut telah merugikan negara dengan dugaan praktek komersialisasi IUP, diduga memfasilitasi praktek ilegal mining di Kabupaten Konawe Utara.
Selain itu, juga terdapat dugaan manipulasi syarat pengajuan RKAB, dugaan penggelapan pajak penjualan nikel, tidak menunaikan program CSR dan Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) terhadap masyarakat lingkar investasi. Bahkan parahnya, perusahaan tersebut lebih memilih menjual ore nikel ke smelter swasta dari pada pemenuhan bahan baku pada smelter sendiri.
“Kami tidak melihat perusahaan BUMN ini pada role yang benar, selama 58 tahun menggarap nikel di Sultra tidak ada manfaat bagi daerah. Kewajiban mereka abaikan, pemerataan kesempatan warga lokal dikesampingkan bahkan perusahaan ini telah membodohi pemerintah dengan praktek-praktek yang merugikan negara,” ucapnya.
Lebih lanjut Asrawan menjelaskan bahwa PT. Antam diduga telah memfasilitasi aktivitas ilegal mining di dalam kawasan hutan, bahkan perusahaan-perusahaan tersebut tidak ragu menyebutkan bahwa aktivitas mereka atas perintah PT. Antam itu sendiri.
“Sampai hari ini PT. Antam Konut belum mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Sementara pertambangan di lakukan PT. TPI dan PT. LAM yang juga diduga disupport oleh Jetty Sudiro sebagai penyedia pelabuhan jety penjualan hasil jarahan nikel ilegal kedua perusahaan tersebut. Tentu ini merupakan borok BUMN pertambangan negara yang tidak dapat ditoleransi, pemerintah harus menarik PT. Antam di Konawe Utara dan memastikan tidak ada RKAB yang dikeluarkan atas nama perizinan daerah itu,” jelasnya.
Saat menerima massa aksi, Asisten Deputi Bidang Minerba Kementerian BUMN RI Heri Purnomo menyampikan ucapan terima kasih kepada massa aksi atas informasi yang diberikan menyangkut aktifitas PT. ANTAM Tbk. di Konawe Utara yang tengah meramaikan arus informasi di jagad media.
“Saya berterima kasih kepada teman-teman karena dengan hadirnya kalian disini kami sedikit mendapatkan gambaran dan informasi terkait perkembangan aktifitas PT. ANTAM Tbk di Sulawesi Tenggara yang tengah meramaikan arus informasi di jagad media,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwa pihaknya akan segera memanggil Dirut PT. ANTAM Tbk untuk mengecek program CSR dan PPM, serta tuntutan dari massa aksi akan dilaporkan langsung kepada pimpinan Kementrian BUMN.
“Kami akan segera memanggil Dirut PT. ANTAM Tbk, untuk mendengar jawaban mereka mengenai aspirasi yang kalian sampaikan. Tentu kami akan berkoordinasi dengan Kementrian ESDM RI, untuk mengecek program CSR dan PPM yang mereka laporkan pada saat pengajuan permohonan RKAB. Terkait tuntutan teman-teman akan kami sampaikan kepada Pak Menteri. Apalagi tuntutan kalian soal pembubaran PT. ANTAM Tbk, ini segera disampaikan kepada Pak Menteri karena soal pembubaran itu kewenangan beliau,” imbuhnya.
Di tempat berbeda, Kompol Agus selaku Kasubag Aduan Mabes Polri saat menerima massa aksi di gedung Humas Mabes Polri menyampaikan akan menindaklanjuti laporan dugaan komersialisasi IUP PT. Antam, dugaan ilegal mining, dugaan perambahan hutan dan dugaan penggelapan pajak negara yang dilakukan oleh PT. Antam Tbk ke Bareskrim Mabes Polri.
“Kami akan menerima aspirasi dan tuntutan yang teman-teman sampaikan untuk itu saya minta kalian mengisi formulir aduan kemudian menyertakan dokumentasi pendukung. Soal tuntutan teman-teman kepada Mabes Polri untuk memproses hukum Dirut PT. ANTAM Tbk, Dirut PT. LAM, Dirut PT. TPI, dan sdr. Aceng Surahman akan segera saya teruskan ke Bareskrim Mabes Polri dengan formulir yang kalian isi untuk di proses,” ungkapnya.
Sementara itu, Presidium Rakyat Sultra Menggugat, Ahmad Iswanto mengatakan bahwa gerakan lanjutan aksi protes tersebut merupakan akumulasi dari kejahatan dan ketidakmanfaatan investasi PT. Antam Tbk di Sulawesi Tenggara, khususnya daerah Konawe Utara serta menuntut pencabutan IUP penolakan RKAB PT. Antam tbk di Konawe Utara.
Ia mengatakan saat ini pihaknya sedang memasifkan konsolidasi gerakan besar untuk mengusut persoalan perusahaan plat merah tersebut, bahkan pekan depan pihaknya mengagendakan kemah di depan Istana Presiden dan Kementerian ESDM RI sampai PT. Antam Tbk keluar dari Sulawesi Tenggara.
“Gerakan lanjutan aksi protes ini akan terus berlanjut, ini merupakan akumulasi dari kejahatan dan ketidakmanfaatan investasi PT. Antam Tbk di Sulawesi Tenggara, khususnya daerah Konawe Utara serta menuntut pencabutan IUP penolakan RKAB PT. Antam tbk di Konawe Utara. Saat ini kami sedang memasifkan konsolidasi gerakan besar untuk mengusut persoalan perusahaan plat merah ini, pekan depan kami agendakan kemah di depan Istana Presiden dan Kementerian ESDM RI, kami tidak akan berhenti sampai PT. Antam out dari Bumi Anoa,” bebernya.
Untuk diketahui, PT Antam telah memulai penambangan fero nikel sejak 5 Juli 1968 di Kabupaten Kolaka dengan kapasitas produksi nikel di tambang ini mencapai 6000 Metric Ton Nikel/Tahun. Kemudian pada tahun 1995 PT. Antam melakukan ekspansi pertambangan nikelnya di Kabupaten Konawe Utara, sebuah daerah dengan cadangan nikel terbesar dunia.
Perusahaan plat merah itu mendapatkan lahan konsesi IUP seluas 40 ribuan hektar yang dikuasai dan hanya dijadikan deposit, dengan IUP masing-masing berada pada blok Tapunopaka, Lalindu, Mandiodo, Bahubulu dan Matarape.
(*)
862