Luhut (kemeja putih tengah), Mr. Eduardo (ketiga kanan), Chairman Chan (kedua kanan) dan Febriany Eddy (keempat kiri) saat lakukan ground breaking pembangunan smelter PT Vale blok Pomalaa. (Foto : Agus)
LAYARSULTRA.COM, KOLAKA – Proyek pembangunan smelter PT Vale Indonesia bekerjasama dengan Huayou Zhejiang Cobalt yang berlokasi di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) akhirnya resmi dimulai.
Hal itu ditandai dengan ground breaking dimulainya pembangunan pabrik pada Minggu (27/11/2022), yang dihadiri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Anggota Komisi VII DPR RI Rusda Mahmud, CEO Vale S.A Mr. Eduardo Bartolomeo, CEO PT Vale Indonesia Febriany Eddy dan Chairman Huayou Zhejiang Cobalt Chairman Chen.
Kiri kanan : CEO PT Vale Indonesia, Gubernur Sultra, Pangdam Hasanuddin, Menko Marves, Danlanal Kendari dan Bupati Kolaka usai wawancara dengan insan pers. (Foto : Agus)
Selain itu hadir pula Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, Bupati Kolaka Ahmad Safei, Pangdam XIV/Hasanuddin Mayjen TNI Totok Imam Santoso, Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin, tokoh masyarakat dan tamu undangan lainnya.
CEO PT Vale Indonesia Febriany Eddy mengucapkan rasa terima kasih kepada jajaran pemerintah baik pusat maupun daerah serta masyarakat Kabupaten Kolaka yang telah mendukung kelanjutan pembangunan smelter di Blok Pomalaa.
“Hari ini menjadi hari yang bersejarah karena kita akan memulai suatu proses transformasi energi. PT Vale telah berkomitmen kuat berkontribusi dalam proses transisi energi di Indonesia untuk mencapai net zero emmision, dimana salah satunya untuk menghasilkan produk nikel berkualitas,” ucapnya.
Pabrik nikel milik PT Vale Indonesia ini nantinya diperkirakan dapat berproduksi dengan kapasitas 120.000 ton nikel per tahun dalam bentuk MHP (Mixed Hydroxide Precipitate).
Nilai investasi PT Vale kerjasama dengan Huayou Zhejiang di Blok Pomalaa ini tak main-main, dengan menggelontorkan anggaran sebesar 67,5 triliun rupiah, pabrik smelter rendah karbon emisi ini siap dibangun dan ditargetkan pada 2025 siap untuk dioperasikan.
“Kehadiran Blok Pomalaa ini tentunya menjadi bukti komitmen kami PT Vale dalam berkontribusi masa depan ekosistem elektrifikasi di Indonesia,” ujar Febriany.
Sebagai catatan, project ini telah masuk dalam Proyek Strategis Nasional dan merupakan pabrik expat terbesar dengan menggunakan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leach) dengan bahan baku nikel limonite.
Sementara itu, Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa proyek ini adalah untuk membangun satu ekosistem dengan satu lithium baterai dan demi kelancaran proyek tersebut, maka pemerintah siap memberikan dukungan secara penuh.
“Masalah izin, masalah Amdal nanti akan diselesaikan untuk mendukung kelancaran proyek ini,” kata Luhut.
Luhut pun mengaku kagum saat melihat smelter milik PT Vale Indonesia yang berada di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
“Saya terkejut melihat betapa hebatnya pengelolaan lingkungan di smelter tersebut,” kagumnya.
“Saya sangat senang menyaksikan ground breaking proyek HPAL ini, yang saat ini adalah HPAL terbesar di dunia. Hal ini menunjukkan komitmen dan dukungan yang kuat terhadap hilirisasi nikel yang digalakkan pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Kami juga apresiasi bahwa proyek ini merupakan kerjasama antara dua perusahaan global yang telah berinvestasi di Indonesia sebelumnya,” imbuh Luhut.
Luhut mengatakan kombinasi antara kepemimpinan global Vale dalam pertambangan berkelanjutan dan pengetahuan teknis berkelanjutan Huayou, diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia dalam mata rantai nilai energi hijau, untuk memasok pasar Indonesia dan dunia dengan material berkualitas tinggi dan berkelanjutan.
“Kami meminta agar proyek ini menyeimbangkan operasi komersial dengan keberlanjutan. Kita harus terus menjaga lingkungan dalam operasi, melalui praktik pertambangan yang baik dan konservasi,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Luhut, kita harus mencoba menggunakan energi terbarukan sebanyak mungkin untuk menurunkan emisi karbon.
Termasuk harus menangani sampah secara bertanggungjawab melalui pengomposan, daur ulang dan menggunakan massa sebagai RDF.
Tak lupa Luhut juga meminta kepada Vale dan Huayou untuk aktif dalam mengembangkan sumber daya manusia dan harus mengembangkan masyarakat di sekitar proyek.
“Proyek skala ini akan membutuhkan bakat dan keahlian yang berkelanjutan. Proyek ini harus membangun fasilitas pendidikan (sekolah yang baik) dan fasilitas kesehatan yang baik untuk masyarakat dan keluarga pekerja,” tutupnya.
Reporter : Agus 1016