Hermawan Lambotoe
LAYARSULTRA.COM, KENDARI– Kader Muda Tolaki, Hermawan Lambotoe, cukup menyayangkan salah satu karya ilmiah (skripsi) eks Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar yang menyebutkan bahwa masyarakat Bugis, khususnya di Kolaka Utara (Kolut) punya pandangan negatif terhadap keberadaan orang Tolaki.
Pasalnya, dalam skripsi tersebut yang ditulis pada tahun 2016, peneliti menemukan, masyarakat Bugis berasumsi bahwa suku Tolaki dulunya adalah budak, penggembala kerbau, miskin, darah kebangsawahannya lebih tinggi dari suku Tolaki, dan berasumsi suku Tolaki lebih redah derajatnya. Selain itu, orang Bugis tidak mau menikah dengan suku Tolaki karena berasumsi jika menikah dengan suku Tolaki rejekinya kurang baik dan bernasip sial, sehingga sebagian besar orang Bugis membatasi diri dalam bentuk hubungan yang sacral seperti dalam bentuk pernikahan.
Skripsi yang menjadi kontroversi
Menurut Hermawan, skripsi tersebut sangat melukai masyarakat Tolaki. Sebagai karya ilmiah, lanjut Hermawan, seharusnya tersaring. Apalagi ini menyangkut soal SARA.
“Kan sama saja memancing gejolak di tengah masyarakat. Kita sudah hidup berdampingan cukup lama, kok tiba-tiba ada yang muncul skripsi yang rasis seperti ini,” ujar Hermawan.
Hermawan juga mempertanyakan, kenapa skripsi tersebut diloloskan oleh dosen pembimbing. Seharusnya, kata dia, dosen pembimbing tidak menyetujui usulan judul tersebut. Karena sangat besar potensi menjadi gesekan antar suku.
“Aneh juga dosen pembimbing menyetujui judul rasis seperti ini. Sejatinya dosen pembimbing langsung membatalkan judul tersebut, karena menyangkut soal SARA, apalagi ini sudah jadi karya ilmiah,” terangnya.
Bayangkan, setiap generasi Tolaki yang membaca ini. Maka, sudah pasti tidak akan menerima. Artinya, sepanjang skripsi ini dinyatakan tidak dicabut maka boleh jadi ini bom waktu yang disediakan untuk memunculkan konflik antar suku.
“Kami menunggu permohonan maaf secara terbuka oleh pihak kampus Universitas Muhammadiyah Makassar,” paparnya.
Secara terpisah, Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari, La Janu, mengatakan, skripsi tersebut tidak pantas sebab mengandung provokatif.
Kata dia, masing-masing suku punya peradaban tersendiri, punya budaya tersendiri. Lalu bagaimana mungkin suatu peradaban suku lain dibandingkan dengan peradaban lain.
“Dasar saintifiknya apa? Apalagi itu mengandung provokatif. Skripsi tersebut sebaiknya dicabut, sebab itu berbahaya bagi keutuhan antar kelompok suku,” ujar La Janu.
(*) 1622